Latest News

Friday, August 17, 2012

Sistem Informasi Sekolah Gratis dan Lengkap yaitu JIBAS

Sistem informasi sekolah yang gratis dan lengkap yaitu JIBAS. Bagi penyelenggara sekolah, yayasan maupun negeri, software ini sangat bermanfaat. Sulit diungkap bagaimana sekolah penggunanya berterima kasih kepada para developernya. Software ini bukan main lengkap fitur dan fasilitasnya dalam kerangka sebuah software yang GRATIS.

JIBAS adalah singkatan dari Jaringan Informasi Bersama Antar Sekolah. Ia dikembangkan oleh kalangan swasta, tepatnya sebuah yayasan yang bernama YAYASAN INDONESIA MEMBACA. Saat ini, JIBAS sudah sampai pada versi 2.8. Bagi anda penyelenggara sekolah yang tertarik, kunjungi saja langsung di :


Silakan saja langsung kunjungi situs tersebut dan nikmati segala fasilitas yang disediakan para developernya. Bukan main !!!

Friday, June 15, 2012

Konflik-konflik Horizontal di Indonesia dengan Contoh Kasus Poso dan Maluku

Konflik-konflik Horizontal di Indonesia dengan contoh kasus Poso dan Maluku terutama akan dibedah menggunakan pendekatan ekonomi politik dalam menganalisis konflik-konflik di Indonesia. Faktor-faktor ketimpangan keuntungan ekonomi relatif memicu munculnya prejudis-prejudis antarkelompok di dalam masyarakat.


1. Konflik Poso

Secara awam, banyak disangka konflik Poso berakar pada konflik agama. Namun, tatkala dilakukan kajian mendalam ternyata tidak persis demikian keadaannya. Konflik di Poso bersifat multi akar, satu sama lain berkelindan rumit. Untuk itu di dunia kepustakaan telah banyak hasil penelitian yang menyelidiki akar-akar konflik Poso sekaligus resolusi konfliknya.

Poso adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Tengah. Komposisi utama penduduk Poso terdiri atas penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli terdiri atas suku Kaili, Pamona, Mori, dan Wana. Penduduk pendatang berasal dari Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Toraja), Jawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Timur. Pendatang dari Jawa, Bali, dan Lombok masuk ke Poso lewat program transmigrasi, baik swakarsa maupun mobilisasi pemerintah. Khusus mengenai kaum pendatang, di Poso pun terbentuk sejumlah asosiasi mereka seperti Paguyuban Bugis-Makassar, Paguyuban Masyarakat Jawa, Paguyuban Masyarakat Gorontalo, Paguyuban Masyarakat Bali, Paguyuban Masyarakat Lombok, dan sebagainya kaum pendatang itu. Sesungguhnya aneka paguyuban ini dapat digunakan sebagai jembatan komunikasi antar etnis yang efektif jika perannya dimaksimalkan serta didukung penuh oleh pemerintah selaku regulator politik.

Agama dominan di Poso adalah Islam dan Kristen Protestan, di samping sejumlah pemeluk Kristen Katolik, Hindu, dan Buddha. Proporsi penduduk penganut Kristen Protestan dan Islam relatif berimbang. Agama Islam utamanya dipeluk kaum pendatang Jawa, Lombok, Gorontalo, Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar) serta sebagian warga asli yaitu suku Kaili. Warga beragama Kristen umumnya merupakan penduduk asli suku Pamona dan Mori serta para pendatang Manado dan Minahasa (Sulawesi Utara), Toraja, dan Nusa Tenggara Timur. Tabel di bawah memuat komposisi penduduk tersebut.[1]

Komposisi Penganut Agama di Poso


Penyebab Konflik Poso. Terdapat sejumlah pendapat ahli seputar akar penyebab konflik horisontal di Poso. Pendapat pertama diajukan sosiolog Thamrin Amal Tomagola lewat konsepnya bertajuk piramida bertingkat tiga.[2] Menurut Tomagola, pada tingkat paling dasar terdapat dua transformasi utama yang secara fundamental mengubah wilayah. Pertama, transformasi demografi. Kendati Poso telah dimasuki pendatang Islam dan Kristen sejak prakolonial, proporsi migrasi yang cukup signifikan terjadi di masa Orde Baru pasca pembukaan Sulawesi oleh Jalan Trans-Sulawesi, di samping pembangunan berbagai pelabuhan laut dan udara baru. Para pendatang datang dari utara dan selatan Sulawesi. Akibatnya, proporsi pendatang, terutama yang menganut Islam, semakin membesar mendekati proporsi umat Kristen baik di Poso Pesisir maupun di Pamona Selatan. Umat Kristen yang ada di tengah wilayah Poso mulai merasa terjepit dan terancam.[3] Kedua, transformasi ekonomi. Kegiatan ekonomi perdagangan secara perlahan mengambil alih peran ekonomi pertanian. Sektor perdagangan yang berpusat di perkotaan lebih banyak dikuasai pendatang beragama Islam. Kenyataan ini memperkuat sentimen keterdesakan penduduk asli yang berbasis pertanian yang kebetulan beragama Kristen.


Piramida Akar Konflik Poso menurut Tomagola

Pada lapisan tengah piramida beroperasi sejumlah faktor suku dan agama yang berkelindan dengan faktor-faktor politik. Dua transformasi di lapisan bawah piramida lalu merembes ke atas dan menempatkan penganut Islam dan Kristen berbasis suku secara diametral. Transformasi struktural masuk dalam kesadaran kolektif masing-masing umat beragama. Mulai lapisan tengah piramida konflik inilah warga setiap agama mulai bertarung. Pertama, pertarungan dilakukan dalam arena politik dengan memperebutkan berbagai posisi strategis, baik dalam partai-partai politik maupun dalam pemerintahan. Selama masing-masing pihak berhasil meraih posisi strategis dalam power-sharing secara berimbang, pertarungan tidak meletup dalam bentuk konflik fisik. Berakhirnya masa jabatan bupati lama dan dimulainya pemilihan bupati (dan sekwilda baru) membuka arena pertarungan baru yang gagal diselesaikan secara politik. Kedua, pertarungan politik yang merambat ke bawah, dari elit ke tengah-tengah massa. Situasi ini menciptakan ketegangan tinggi (high tension) antara kedua komunitas – pendatang dan lokal – yang masing-masing menggunakan simbol agama sebagai identitas.

Puncak piramida diisi faktor-faktor penyulut konflik (aktivitas provokator) serta stereotip-stereotip labeling psikologi sosial serta dendam yang semakin menguat seiring bertambahnya durasi kekerasan. Perkelahian antar pemuda dari kedua pihak merupakan pemicu yang meletupkan ketegangan dan potensi konflik yang mengendap sebelumnya. Terlebih, ini ditambah kekecewaan institusional yang telah lama menumpuk di pihak umat Kristen. Kegamangan umat Kristen menerima kenyataan baru membuat suhu konflik meningkat tajam dan keharmonisan hidup Poso adalah pengganti tak ternilai harganya. Ketika korban berjatuhan, spiral kekerasan pun lepas kendali.

Piramida konflik Poso dikelilingi faktor lingkungan yang mempengaruhi intensitas konflik. Menurut Tomagola, lingkungan ini berupa aneka faktor kontekstual yang memfasilitasi terjadinya konflik komunal, yang terdiri atas faktor berkonteks lokal, nasional, dan internasional. Konteks lokal terdiri atas: Komposisi dan konfigurasi suku-suku yang bermukim di Poso; Pola pemukiman eksklusif dan tersegregasi menurut garis suku yang tumpang tindih dengan garis agama, pola tempat tinggal yang membedakan kita dan mereka, persaingan sengit antara lembaga-lembaga agama dalam memperluas teritori masing-masing dan membiakkan pengikut (Islamisasi, Kristenisasi), dan; Hancurnya lembaga-lembaga adat karena ulah pemerintah pusat dan sikap tidak bersahabat yang diperlihatkan oleh berbagai lembaga agama.

Konteks nasional terdiri atas tiga kondisi. Pertama, semakin dominannya para politisi Islam berbasis perkotaan di panggung perpolitikan nasional. Para politisi Iramasuka (Irian, Maluku, Sulawesi, Kalimantan) yang didominasi tokoh asal Bugis semakin menguat posisinya mengitari Habibie (presiden RI waktu itu). Kedua, perkembangan di panggung nasional memberi angin dan peluang para politisi Islam berbasis perkotaan yang berasal dari suku Bugis berperan di Sulawesi secara keseluruhan. Ketiga, mirip dengan kecenderungan Golkar merangkul para kiyai di Banjar (Kalimantan Selatan), di Poso juga terjadi hal yang sama. Dalam pemilihan Bupati Poso, jelas Golkar tidak akan mendukung calon PPP yang berbasis Islam pedesaan dan lebih memilih mendukung Abdul Muin Pusadan yang terhitung Islam modernis.

Faktor internasional berwujud ke dalam dua bentuk. Pertama adanya upaya pemanfaatan medan konflik Poso oleh jaringan Islam regional, yang menggunakannya sebagai training ground sekaligus mekanisme rekrutmen anggota baru jaringan mereka. Kedua, bias peliputan pers internasional yang merugikan umat Islam di Poso maupun di Maluku karena dikesankan seolah umat Islam-lah yang secara unilateral beraksi menyerang umat Kristen di wilayah itu.

Penyelesaian Konflik Poso. Menurut catatan Jusuf Kalla, konflik Poso dimulai sejak 1998 dan hingga 2001-2002, sehingga berlangsung kurang lebih tiga tahun. Jusuf Kalla yang saat itu menjabat Menkokesra di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri juga mencatat, konflik Poso yang awalnya masalah sosial-politik lokal dan konflik anak muda, berubah menjadi konflik agama yang sangat melebar.[4] Awaludin menulis, akibat berlarutnya konflik Poso menyebabkan opsi resolusinya menyempit menjadi tiga bagi kelompok-kelompok yang bertikai, meliputi:[5] 

  • Konflik berlangsung terus dalam bentuk perang gerilya dan pembakaran dengan korban dan penderitaan di masing-masing pihak;
  • Polri dan TNI bertindak keras; dan
  • Penyelesaian damai dengan masing-masing pihak adalah dengan duduk berunding dan kemudian mematuhi semua hasil perundingan. Pengungsi pulang dan pemerintah membantu rehabilitasi sarana serta rumah-rumah ibadah.

Tentu saja, pilihan yang paling manusiawi adalah opsi ketiga. Opsi pertama dan kedua memiliki cost sosial dan ekonomi yang sangat besar, baik bagi masyarakat Poso sendiri maupun pemerintah. Deklarasi Malino I yang ditandatangani pihak-pihak yang berseteru pada tanggal 20 Desember 2001 mengakhiri konflik tersebut. Poso mulai berbenah, melakukan rehabilitasi pasca konflik.

2. Konflik di Kepulauan Maluku

Pasca transisi politik 1998, Maluku mengalami pemekaran. Lewat Undang-undang Nomor 46 tahun 1999, provinsi Maluku Utara (Malut) resmi berdiri pada 12 Oktober 1999. Malut lalu dibagi ke dalam kabupaten/kota seperti: (1) Halmahera Barat, ibukota Jailolo; (2) Halmahera Tengah, ibukota Weda; (3) Kepulauan Sula, ibukota Sanana; (4) Halmahera Selatan, ibukota Labuha; (5) Halmahera Utara, ibukota Tobelo; (6) Halmahera Timur, ibukota Maba; (7) Ternate, ibukota Ternate; dan (8) Tidore Kepulauan, ibukota Soasiu. Sementara itu, Maluku terdiri atas sebelas kabupaten/kota, yaitu: (1) Kota Ambon; (2) Kota Tual; (3) Maluku Tengah, ibukota Masohi; (4) Maluku Tenggara, ibukota Langgur ; (5) Maluku Tenggara Barat, ibukota Saumlaki; (6) Aru, ibukota Dobo; (7) Buru, ibukota Namlea; (8) Seram Barat, ibukota Piru; (9) Seram Timur, ibukota Bula; (10) Maluku Barat Daya, ibukota Wonreli; (11) Buru Selatan, ibukota Namrole.

Deskripsi Konflik. Fase awal erupsi konflik Maluku (Ambon) pecah 19 Januari 1999 setelah dipicu perkelahian supir bus beretnis Ambon beragama Kristen dengan penumpang beretnis Bugis beragama Islam.[6] Konflik semakin intensif pada Juli 1999 dan ekstensif ke bagian-bagian provinsi Maluku lainnya hingga Januari 2000. Mulai saat itu, praktis Ambon terbelah menjadi zona-zona yang digarisi anutan agama.[7] Pada Mei 2000, konflik Ambon memasuki babak baru lewat dua perkembangan. Pertama, keterlibatan kekuatan bersenjata ke dalam kedua kelompok. Kedua, masuknya Lasykar Jihad dari Jawa yang berniat membantu saudara Muslimnya yang tertekan dalam konflik. Dengan ini, konflik Ambon bermetamorfosis menjadi konflik bersenjata di mana peralatan amatir seperti bom-bom rakitan dan senjata buatan digantikan dengan persenjataan profesional. Pihak Muslim yang awalnya defensif kini ofensif. Akibatnya, pada Juni 2000 Maluku dimasukkan ke dalam Darurat Sipil. Ribuan tentara dan Brimob diturunkan ke provinsi ini guna mengatasi konflik.

Lewat perjanjian damai Malino II Pebruari 2002, pihak-pihak yang bertikai sepakat menjalin perdamaian. Kendati demikian, erupsi-erupsi kecil tetap saja terjadi, terutama di Ambon. Misalnya, pada April 2004 saat empat puluh orang meninggal dalam kerusuhan mengiringi penaikan bendera RMS di kediaman Alex Manuputty (pemimpin Front Kedaulatan Maluku). Namun, hal yang cukup melegakan adalah, erupsi-erupsi yang muncul pasca perjanjian damai Malino II tidak bereskalasi sebanding erupsi sebelum Deklarasi.

Di provinsi Maluku Utara (Malut), durasi konflik utama relatif lebih singkat ketimbang Maluku. Erupsi-erupsi konflik terutama mengiringi pemisahan Malut dari Maluku menjadi provinsi mandiri. Konflik di Malut dibayangi rivalitas lama antara Kesultanan Ternate dengan Tidore. Awalnya, pada bulan Agustus 1999 konflik terbatas muncul di daerah Kao antara penduduk lokal dengan pemukim Makian. Pokok konflik berkisar pada kendali atas Malifut, kecamatan yang baru terbentuk. Lewat intervensi Sultan Ternate, konflik segera padam. Namun, saat provinsi Malut resmi terbentuk pada Oktober 1999 konflik kembali mencuat. Konflik yang belakangan ini juga lalu menyebar ke Ternate dan bagian lain provinsi baru. Sama seperti di Ambon, erupsi-erupsi konflik Malut pun secara umum seolah bernuansa agama dan etnis, kendati khusus di Malifut, konflik lebih banyak bernuansa etnis ketimbang agama.

Akibat gencarnya perang provokasi lewat aneka selebaran, pamflet, dan propaganda kedua kelompok, aliansi para elit di sekitar rival politik Sultan Ternate membentuk Tentara Putih, yang berdiri di sisi kelompok Muslim.[8] Mereka berhasil mendesak kelompok Kristen ke utara Ternate, lalu menyeberang ke Sulawesi Utara. Di Ternate, kelompok Kristen meminta suaka kepada Sultan Ternate yang hasilnya terbentuklah Tentara Kuning yang sifatnya lintas agama. Tentara Putih dikomposisikan kelompok-kelompok etnis asal Tidore, Makian, dan kaum migran dari Gorontalo. Tentara Kuning dikomposisikan para pendukung Sultan Ternate, elemen pendukung Golongan Karya, dan kalangan Kristen dari Halmahera yang secara tradisional adalah aliansi politik Sultan Ternate. Pertempuran kedua kelompok tentara pecah pada Desember 1999.

Setelah konflik berlarut, muncul isu bahwa pasukan jihad akan tiba di Galela (Halmahera), wilayah yang penduduknya mayoritas Muslim. Menurut isu yang lalu muncul mengiringi, pasukan ini akan membela warga Muslim yang tertekan di Tobelo. Akibatnya, pada bulan Desember 1999, pejuang kelompok Kristen mengalir dari Kao ke Tobelo dan menyerang kaum Muslim di sana. Di hari kemudian, kekerasan meledak di Galela, menyebar hingga Bacan, Obi, dan Morotai, Ibu, Sahu, dan Jailolo. Di Halmahera Selatan, kekerasan pecah Mei 2000 kala pasukan jihad (lokal, Ternate, Tidore) mengalami bentrokan di perkampungan Kristen. Akhirnya pada Juni 2000 Malut diberlakukan sebagai Darurat Sipil. Tentara tambahan dari pemerintah pun masuk ke provinsi baru ini. Hal yang melegakan adalah, konflik berhasil dilokalisir dan Malut relatif berangsur tenang sejak pemerintah dan para tokoh masyarakat terlibat proaktif mencari resolusi konflik..

Penyebab Konflik. Penyebab konflik di Maluku dan Maluku Utara dibagi menjadi tiga, seperti termuat dalam bagan.[9] Pertama, sebab-sebab struktural yang terdiri atas melemahnya struktur kekuasaan tradisional, ketimpangan horisontal, dan dampak kekuasaan otoritarian Orde Baru.[10] Kedua, sebab-sebab langsung yang terdiri atas krisis ekonomi dan proses desentralisasi serta demokratisasi. Ketiga, sebab-sebab pemicu atau trigger, yang terdiri atas perseteruan politik lokal dan aktivitas gang-gang kriminal (di Ambon) serta selebaran dan pampflet gelap (di Malut).[11]

 Anatomi Konflik di Maluku dan Malut

Sebab-sebab Struktural. Struktur kekuasaan tradisional di Maluku (Ambon) misalnya pela-gandong dan sasi. Pela-gandong adalah sumpah yang memungkinkan dua desa di Ambon untuk saling membantu. Dengan pela-gandong, penduduk kedua desa menggunakan Ambon sebagai sebagai atribut utama hubungan sosial. Sejak 1974, sistem kekuasaan tradisional di Ambon memudar seiring diberlakukannya undang-undang pemerintah pusat yang mengatur tentang desa. Lurah (kepala desa) menggantikan posisi negeri sebagai entitas geografis dan raja sebagai kepalanya. Pemberlakuan tata admnistrasi pemerintahan baru ini juga mengubah kohesi sosial masyarakat Ambon, yang perubahannya telah beroperasi sejak dua dekade sebelum erupsi kekerasan. Kekosongan kohesi sosial tradisional ini dengan mudah diisi ideologi nasional Indonesia (Pancasila) yang bersaing dengan akselerasi Kristenisasi dan Islamisasi di kalangan masyarakat Maluku. Masalah agama lalu menjadi ideologis sehingga mampu membelah masyarakatnya.

Di Maluku Utara, konflik cenderung sepi dan hubungan antar kelompok relatif baik karena di wilayah ini lembaga adat masih kuat mengkohesi masyarakat. Kohesi tradisional ini tercermin pada masih diakuinya aliansi-aliansi politik tradisional.[12] Sultan Tidore memiliki aliansi dan demikian pula Sultan Ternate. Bahkan, di Halmahera Timur (kecamatan Maba Selatan), sejumlah desa Kristen justru dilindungi oleh kelompok Muslim, dan diketahui bahwa wilayah tersebut banyak dihuni penduduk asli yang setia kepada Sultan Tidore. Ketika konflik muncul, kesepakatan damai dapat segera dibuat lewat intervensi para kepala desa dan pemimpin adat lokal dari pihak yang bertikai.

Ketimpangan ekonomi juga merupakan sebab struktural, yang kendati sifatnya tidak langsung, memberi sumbangan besar kepada erupsi konflik. Sejak era Belanda, kalangan Kristen Ambon menikmati privilese sosial, ekonomi dan politik. Perimbangan privilese ini terus bertahan hingga saat Suharto kehilangan dukungan sebagian perwira militer di tingkat pusat. Untuk mengisi kekosongan dukungan, Soeharto mencari gantinya pada kelompok Islam (modernis) dalam ICMI. Bukti yang paling meyakinkan adalah diangkatnya Habibie sebagai wakil presiden sejak 1993.

Perubahan pola kekuasaan neopatrimonial tingkat pusat, posisi pimpinan daerah menjadi sangat penting mengingat distribusi kekayaan daerah banyak yang masuk ke tingkat kabupaten/kota. Dalam proses distribusi di daerah, peran gubernur menjadi signifikan. Di Maluku, pergeseran elit – dan kemudian distribusi sumber daya daerah – diindikasikan dengan diangkatnya Aqib Latuconsina sebagai gubernur Ambon. Figur Aqib dianggap merepresentasikan kalangan Muslim dan sipil. Lewat pengaruh Aqib, maka pada tahun 1996 seluruh bupati di Maluku berasal dari kalangan Muslim: Bahkan di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.

Kalangan Kristen di Maluku melihat status quo keuntungan ekonomi mereka menjadi labil. Mereka juga mempersepsikan banyak keuntungan ekonomi yang selama ini dinikmati akan jatuh kepada kelompok migran Muslim dari Sulawesi dan Jawa. Namun, pembalikan posisi ekonomi tidaklah revolutif melainkan berangsur-angsur, dan sesungguhnya telah jauh berlangsung sebelum Aqib menjadi Gubernur Maluku. Misalnya, disparitas pendidikan antar kelompok di Maluku yang pada 1991 berada di atas level 1,8 berubah menjadi di bawah 1,3 dan terus bertahan hingga 1997. Disparitas perumahan, yang berada di posisi 1,6 pada 1991, berubah menjadi di bawah 1,2 pada 1994 dan sedikit di bawah 1,1, pada 1997.[13] Kalangan Kristen di Ambon pun cukup menerima karena peningkatan tersebut merupakan bukti keberhasilan ekonomi daerah secara keseluruhan.

Namun, terdapat lonjakan dalam hal velocity (kecepatan) proses pembalikan keberuntungan ekonomi yang momentumnya berbarengan dengan peralihan politik di tingkat pusat: Dari kalangan sekular kepada kelompok Islam. Munculnya perimbangan baru level politik nasional berimbas pada tergesernya posisi kelompok Kristen di Ambon – yang awalnya dominan – menjadi setara. Hal ini memancing kegelisahan sosial dan ekonomi, terlebih kelompok Kristen memandang ketidakpastian status mereka di masa mendatang akibat kepemimpinan Aqib Latuconsina yang mereka anggap imbalance.

Situasi agak berbeda terjadi di Malut, di mana komposisi kelompok Islam meliputi 85% total populasi, sementara sisanya sebagian besar Protestan. Selain itu, sama seperti Maluku, di Malut juga banyak etnis-etnis migran seperti Jawa, Buton, Minang, Bugis, Gorontalo, dan Sunda. Tahun 1970 terjadi relokasi suku Makian (kebetulan beragama Islam) ke lokasi pemukiman suku Kao (kebetulan beragama Kristen) akibat aktivitas gunung berapi di Pulau Makian. Relokasi ini memunculkan kecurigaan di kalangan suku Kao bahwa terdapat agenda rahasia Islam – Islamisasi – di wilayah Kao. Kecurigaan ini semakin mengental sejak Soeharto mengalihkan dukungan politik kepada kelompok Islam modernis (dan setelah itu, rezimis menurut Robert W. Heffner). Ketegangan antar suku menguat kala pemerintah – tanpa rembug dengan wakil-wakil suku – membentuk kecamatan baru, Malifut. Kecamatan tersebut dimaksudkan untuk dihuni para migran dari suku Makian yang sebelumnya tinggal di pemukiman Kao. Hal ini dipandang suku Kao sebagai pengistimewaan atas suku Makian yang Muslim di mata pemerintah. Kekecewaan menjadi wajar karena wilayah yang digunakan untuk kecamatan Malifut adalah lima desa yang secara adat dibawah kekuasaan suku Kao. Selain itu, pembentukan kecamatan baru tersebut dianggap akan menghambat akses suku Kao ke arah selatan, ke arah saudara Kristiani mereka.

Sebab struktural terakhir adalah dampak kekuasaan otoritarian Orde Baru. Selama Orde Baru, pemerintah selalu menunjuk kalangan Kristen dan Muslim dari Jawa untuk menjadi pimpinan politik di Maluku. Kondisi ini memunculkan keuntungan relatif kalangan Kristen di Maluku, sekaligus ketidakberuntungan relatif kalangan Islamnya. Kepemimpinan politik lokal di Maluku pun mengikuti garis neopatrimonial dari Jakarta.[14] Dengan kecepatan tinggi perimbangan ini berubah, saat sejumlah perwira tinggi ABRI (dikenal sebagai ABRI merah-putih) mulai kritis terhadap Soeharto (terutama perilaku bisnis anak-anaknya). Untuk itu, Soeharto menjadi dukungan pengganti dengan merangkul Muslim modernis yang diwaliki kelompok ICMI. Di kalangan Angkatan Bersenjata, Soeharto mengimbangi kekuatan ABRI merah-putih dengan mendekati ABRI hijau (ABRI yang santri atau dekat dengan kalangan Islam). Ini adalah kebiasaan Soeharto yang baru untuk mengimbangi dan memecah kelompok-kelompok yang kritis kepadanya.

Hal yang kurang disadari Soeharto adalah dampak dari peralihan politik istana ini di daerah. Hubungan neopatrimonial dan sentralisasi kekuasaan, membuat apapun yang terjadi di pusat lekas terasa efeknya di daerah. Terjadi revolusi politik di Maluku. Gubernur yang biasanya dijabat kalangan militer dan beragama Kristen digantikan dengan yang Muslim dan non-militer. Kelompok Islam menganggap peralihan politik istana sebagai kesempatan mereka menciptakan perimbangan baru atas keuntungan relatif di Maluku. Kalangan Kristen berada dalam posisi yang defensif dan galau. Sebuah kondisi matang untuk erupsi konflik telah tercipta.

Di Maluku Utara kondisi sedikit berbeda. Sultan Ternate Muddafar Sjah (kebetulan anggota DPR dari Golkar) mengkombinasikan kuasa politik formal dan informal. Ternate berhasil menjaga kelestarian kesultanan turun-temurun. Konflik Malifut pun tidak lepas dari intervensi sultan. Di Malifut, terdapat tambang emas yang digarap oleh perusahaan Australia, New Crest Mining. Dengan terbentuknya Malifut, akan terjadi perubahaan tata-kelola distribusi keuntungan dari tambang tersebut. Inilah katalisator kuat pemicu konflik di kalangan Makian dan Kao, dan lebih jauh antara elit-elit politiknya.[15]

Rival politik Sultan Ternate adalah Bahar Andili, birokrat keturunan Gorontalo dan Makian. Bahar Andili punya dukungan kuat dari PPP (partai berbasis Islam) dan oleh kelompok Makian dianggap representasi Islam di dalam politik. Mereka memandang Sultan Ternate lebih condong pada kelompok Kristen, karena aliansi adat tradisionalnya. Dukungan atas Bahar Andili juga berasal dari Tidore, Makian, Bacan, dan Kayoa yang diantaranya sama-sama memiliki kisah masa lalu atas Ternate. Dukungan pada Sultan Ternate, selain Golkar, juga datang dari sebagian besar penduduk Islam dan Kristen di Halmahera Utara. Kegagalan Sultan Ternate dalam meresolusi konflik Malifut diantaranya muncul akibat pandangan orang Makian bahwa sultan lebih pro kelompok Kao.

Ketimpangan sosial di Maluku Utara sekaligus ada baik dalam pola tradisional maupun migran. Sultan mewakili kalangan tradisional yang lintas sekat keagamaan, sementara kalangan migran Muslim berkumpul di kelompok Bahar Andili. Aliansi sultan terkemuka dalam pembentukan tentara kuning yang bercorak lintas agama, sementara aliansi Bahar Andili tercermin dalam tentara putih yang menggunakan simbol-simbol Islam.

Krisis ekonomi merupakan fenomena umum di Indonesia secara keseluruhan. Pada umumnya, dampak langsung krisis ekonomi kurang terasa baik di Maluku maupun Malut. Memang terjadi penurunan GDP Maluku sebesar 6% dalam periode 1997 – 1998. Namun, penurunan ini terjadi lintas agama dan aneka etnis yang ada di Maluku. Krisis ekonomi, kendati harus dilakukan studi lebih lanjut, dipandang sebagai penguat kompetisi sumber daya ekonomi antar kelompok-kelompok yang bertikai di Maluku.[16]

Desentralisasi dan demokratisasi, punya pengaruh kuat atas erupsi konflik baik di Maluku maupun Malut. Di Maluku, desentralisasi dan demokratisasi mendorong munculnya ketidakpastian di kalangan status quo Maluku. Desentralisasi berakibat pada makin signifikannya peran kekuatan kelompok daerah (politik lokal) dalam mengontrol sumber-sumber daya alam Maluku. Demokratisasi memungkinkan penduduk daerah sendiri yang menentukan kepada siapa kontrol daerah akan diberikan, yang terutama diberikan kepada elit-elit asli di dalam daerah. Desentralisasi dan demokratisasi mendorong menguatnya mobilisasi massa mengikuti garis agama dan suku.

Di Malut, tambang emas di Malifut adalah bukti kuatnya faktor desentralisasi politik dalam konteks nasional atas konflik. Pembentukan kecamatan Malifut dipandang sebagai upaya salah satu kelompok (Makian) di daerah untuk memonopoli trickle-down-effect tambang emas yang dikelola New Crest Mining asal Australia. Pembentukan Malifut untuk Makian tidak diiringi pemberian kesempatan serupa bagi niat kelompok Kao untuk membentuk distrik sendiri. Kecemburuan dan kesan pengistimewaan suku mengentara dalam kasus Malifut, terutama dari pandangan Suku Kao sebagai penduduk asli. Bahar Andili selaku orang Makian dan representasi kalangan migran, dianggap berada di belakang pembentukan Malifut, yang lalu mendorong Sultan Ternate melibatkan diri ke dalam konflik Malifut.

Trigger atau pemicu konflik, baik di Maluku ataupun Malut tergolong sama. Di Maluku, konflik terbilang merembet cukup cepat. Kecepatan ini dipicu oleh kondisioning yang matang berupa rivalitas yang terjadi antara Aqib Latuconsina (representasi Muslim Maluku) dengan Freddy Latumahina (representasi Kristen Maluku). Gerry van Klinken mencatat, kedua saingan tersebut memiliki jaringan klien agama dan kelompok kriminalnya masing-masing. Keduanya telah pula menyusun langkah-langkah antisipatif dalam menyikapi insiden antara supir dengan penumpang di awal episode konflik Ambon ini.[17]

Di Malut, pengaruh konflik Ambon yang mengkatalisasi konflik ada dalam aras sentimen agama. Namun, tulis Graham Brown, penyebab utama erupsi adalah peredaran pampflet-pampflet gelap yang diproyeksikan kepada pimpinan sinode Gereja Protestan Maluku yang dituduh mengajak perang suci umat Kristen melawan umat Islam.[18] Peran provokator yang mirip dengan di Ambon dicurigai mengambil peran besar dalam konflik Malut, dan diyakini berasal dari agen yang sama.

Penyelesaian Konflik. Deklarasi Perdamaian Malino II merupakan tonggak penting dalam penyelesaian konflik Maluku dan Malut. Sebelum sampai kepada deklarasi, telah muncul inisiatif sejumlah kalangan di Maluku dan Malut sendiri untuk mengadakan penghentian kekerasan dan penciptaan perdamaian.[19]

Perdamaian Malino II tanggal 12 Pebruari 2002, merupakan upaya gabungan wakil-wakil masyarakat Maluku dari kelompok Islam dan Kristen, pemerintah pusat (diwakili Jusuf Kalla dan SBY), serta pemerintah daerah untuk menciptakan perdamaian. Tiga puluh lima wakil kelompok Islam dan tiga puluh lima wakil kelompok Kristen menandatangani deklarasi yang draft-nya disusun selama tiga hari di pegunungan sejuk Malino, Sulawesi Selatan. Bukti kehendak rakyat Maluku untuk damai adalah berlangsungnya Pemilu 2004 yang hampir tanpa masalah. Pemilu ditujukan untuk mencari pemimpin yang mampu membangun Maluku, apapun garis etnis dan agamanya. Demikian pula di Malut, di mana masyarakatnya berhasil menyelenggarakan pilkada gubernur secara damai pada 28 Oktober 2002 di mana Thaib Armayin dan Madjid Abdullah terpilih selaku pemimpin daerah Malut.

Nils Bubant menyatakan, aneka kekerasan yang terjadi di Maluku dan Malut bukanlah disebabkan oleh agama maupun etnisitas, melainkan proses desentralisasi. Kekuasaan Orde Baru yang berdurasi lama dan sentralistik membuat daerah kehilangan kemampuan aslinya dalam mengelola kuasa politik lokal secara mandiri. Dengan desentralisasi, kohesi politik yang alamiah lambat-laun akan terbentuk dan mampu menjembatani hubungan etnis dan agama secara lebih harmonis.[20]

---------------------------------

[1] M. Tito Karnavian, Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso (Jakarta: Gramedia, 2008) h.5.
[2] Thamrin Amal Tomagola dikutip oleh M. Tito Karnavian dalam ibid. Bahasan tiap lapisan, jika tidak diseling footnote lain, mendasarkan pada sumber ini.
[3] George J. Aditjondro, Kerusuhan Poso dan Morowali, Akar Permasalahan dan Jalan Keluarnya, Makalah, ProPatria, 7 Januari 2004.
[4] Hamid Awaludin, Perdamaian ala JK: Poso Tenang, Ambon Damai (Jakarta: Grasindo, 2010) h.6.
[5] Ibid., h. 7.
[6] Tamrin Amal Tomagola, The Bleeding of Halmahera of North Moluccas. Paper from the Workshop on Political Violence in Asia. (Oslo, 5-7 June 2000). Tulisan dari sumber ini digunakan sebagai acuan paparan mengenai konflik di Maluku Utara, jika tidak diseling footnote lain.
[7] Ibid.
[8] Tamrin Amal Tomagola,The Bleeding..., op.cit.
[9] Graham Wilson, Christopher Wilson, and Suprayoga Hadi, Overcoming Violent Conflict Volume 4: Peace and Development Analysis in Maluku and North Maluku (Jakarta: CPRU-UNDP, LIPI, BAPPENAS, 2005) p. 36.
[10] Ibid.
[11] Ibid. p. 20 – 36.
[12] Tamrin Amal Tomagola, The Bleeding ..., op.cit.
[13] Ibid., h. 28.
[14] Jacques Bertrand, Legacies of the Authoritarian Past: Religious Violence in Indonesia’s Moluccan Islands, Pacific Affairs: Spring 2002, 85.
[15] Nils Bubant, Menuju Sebuah Politik Tradisi yang Baru?: Desentralisasi, Konflik, dan Adat di Wilayah Indonesia Timur, Antropologi Indonesia 74, 2004, h. 19.
[16] Graham Brown, Overcoming ..., op.cit. p. 30.
[17] Ibid. p.32.
[18] Ibid. Hal ini kurang masuk akal mengingat para penganut agama ini adalah minoritas di Malut sehingga keotetikan pampflet-pampflet diragukan.
[19] Tri Ratnawati, Antara Kekerasan dan Konstetasi Politik: Membangun Demokrasi Pasca Konflik Kasus Ambon, Berita IPTEK, Tahun Ke-45, Nomor 1, 2006, h. 9–14. Uraian mengenai kelompok-kelompok ini berdasarkan sumber ini.
[20] Nils Bubant, Menuju ... op.cit. h. 27.

Wednesday, May 30, 2012

Afrika Tengah Negara-negara Bentuk dan Sistem Pemerintahan

Afrika Tengah negara-negara bentuk dan sistem pemerintahan pada artikel ini akan secara singkat menjelajahi nama resmi negara, ibukota, luas wilayah, jenis kekuasaan, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan sifat parlemen negara-negara yang masuk ke dalam kategori Afrika bagian Tengah menurut Africa Development Bank Group (ADBG). Negara-negara Afrika Tengah terdiri atas Angola, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Republik Demokratik Kongo, Kongo, Guinea Khatulistiwa, dan Gabon, Sao Tome and Principe, dan Sudan Selatan.

Angola

  • Nama resmi: 
  • Bahasa resmi: 
  • Ibukota: 
  • Luas wilayah (km2): 
  • Populasi: 
  • Etnis: 
  • Agama: 
  • Jenis kekuasaan: 
  • Bentuk negara: 
  • Parlemen: 
  • Anggaran pertahanan: 


Kamerun
  • Nama resmi: Republic of Cameroon. [Republique du Cameroun/Republic of Cameroon]
  • Bahasa Resmi: 
  • Ibukota: Yaounde.
  • Etnis: Kamerun (Pegunungan) 31%; Bantu (Khatulistiwa) 19%; Kirdi 11%; Fulani 10%; Bantu (Barat Laut) 8%; Nigritik (sebelah Timur) 7%; Afrika lainnya 13%; selain Afrika < 1%.
  • Agama: Indigenous beliefs 40%; Kristen 40%; Islam 20%
  • Luas wilayah (km2): 475.440
  • Jenis kekuasaan: Republik (demokrasi)
  • Bentuk negara: Kesatuan. Kamerun terbagi ke dalam 10 propinsi. Tiap propinsi lalu terbagi kembali menjadi divisi, subdivisi, dan distrik. Terdapat 2 propinsi berbahasa Inggris dan 8 propinsi berbahasa Perancis.
  • Sistem pemerintahan: Parlementer. Presiden adalah kepala negara. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan. Presiden dipilih lewat Pemilu langsung untuk masa bakti 7 tahun lalu dapat dipilih untuk 1 kali masa bakti lagi. Perdana Menteri ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
  • Parlemen: Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly terdiri atas 180 anggota yang mewakili seluruh warganegara dan dipilih lewat Pemilu langsung. Senate mewakili otoritas lokal dan regional. Tiap region diwakili 10 anggota senat, dengan ketentuan 7 orang dipilih lewat Pemilu langsung di tiap basis region sementara 3 lainnya diangkat oleh Presiden Kamerun. Masa bakti senat adalah 5 tahun.
  • Anggaran pertahanan: 1,3% dari Gross Domestic Product

Republik Afrika Tengah
  • Nama resmi: Central African Republic [Republique Centrafricaine]
  • Bahasa Resmi: Perancis, Sangho (sebagai lingua franca), bahasa kesukuan lainnya
  • Ibukota: Bangui
  • Etnis: Baya 33%; Banda 27%; Mandija 13%; Sara 10%; Mboum 7%; M'Baka 4%; Yakoma 4%; lainnya 2%.
  • Agama: Agama Asli 35%; Protestan 25%; Katolik Roma 25%; Islam 15%.
  • Luas wilayah (km2): 622.984
  • Populasi: 5.166.510 (taksiran per Juli 2013)
  • Jenis kekuasaan: Republik
  • Bentuk negara: Kesatuan. Republik Afrika Tengah diorganisir ke dalam 16 prefektur dan 1 komune otonom, 60 subprefektur, dan 174 munisipal. Bangui adalah munisipal khusus.
  • Sistem pemerintahan: Parlementer. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala eksekutif. Dalam tugas administratifnya, presiden mengangkat Perdana Menteri, anggota kabinet (atas advis Perdana Menteri), serta pejabat-pejabat sipil dan militer.
  • Parlemen: Unikameral (National Assembly).
  • Anggaran Pertahanan: 2,5% dari Gross  Domestic Product (GDP).

Chad
  • Nama resmi: Republic of Chad - [Republique du Tchad/Jumhuriyat Tshad]
  • Bahasa Resmi: Perancis, Arab, Sara (di selatan), juga terdapat 120 bahasa etnis lainnya.
  • Ibukota: N'Djamena
  • Etnis: Sara 27,7%; Arab 12,3%; Mayo-Kebbi 11,5%; Kanem-Bornou 9%; Ouaddai 8,7%; Hadjarai 6,7%; Tandjile 6,5%; Gorane 6,3%; Fitri-Batha 4,7%, lainnya 6,4%; unknown 0,3%.
  • Agama: Islam Sunni 49%; Kristen 30%; Animis 15%; Lainnya 6%.
  • Luas wilayah (km2): 1.284.000.
  • Populasi: 11.193.452 (taksiran per Juli 2013)
  • Jenis kekuasaan: Republik.
  • Bentuk negara: Kesatuan. Seperti Perancis, Chad adalah negara kesatuan yang tidak terbagi melainkan hanya ke dalam 28 departemen. Kendati dalam konstitusi setiap departemen (wilayah) adalah otonom, pada prakteknya tiadalah demikian.
  • Sistem pemerintahan: Presidensil. Presiden adalah figur paling kuat di Chad. Presiden mengangkat dan menuntut pengunduran diri Perdana Menteri di setiap waktu (bila dikehendaki). Presiden dipilih langsung tiap 5 tahun. Perdana Menteri dan Kabinet diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
  • Parlemen:  Unikameral (National Assembly). Organ ini terdiri atas 155 anggota yang dipilih lewat Pemilu langsung untuk 4 tahun masa bakti.
  • Anggaran Pertahanan: 1,6% dari Gross Domestic Product (GDP)

Republik Demokratik Kongo
  • Nama resmi: Democratic Republic of the Congo - [Republique Democratique du Congo]
  • Bahasa resmi: Perancis, Lingala (lingua-franca), Kingwana, Kikongo, dan Tshiluba.
  • Ibukota: Kinshasa
  • Agama: Katolik Roma 50%; Protestan 20%; Kimbanguis 10%; Islam 10%; lainnya 10%.
  • Luas wilayah (km2):  2.345.000.
  • Populasi: 75.507.308 (taksiran per Juli 2013)
  • Jenis kekuasaan: Republik (sosialis).
  • Bentuk negara: Kesatuan (Kuasi Federal). Wilayah Kongo terdiri atas 1 wilayah ibukota dan 25 propinsi yang menikmati otonomi.
  • Sistem pemerintahan: Parlementer. Presiden adalah kepala negara. Presiden mengangkat Perdana Menteri setelah berkonsultasi dengan partai mayoritas parlemen. Presiden berkuasa 5 tahun dan boleh 1 kali lagi dipilih. Menteri-menteri diangkat oleh Perdana Menteri.
  • Parlemen: Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly anggotanya disebut Deputies yang dipilih secara langsung. National Assembly bertugas membuat hukum dan mengendalikan administrasi negara, perusahaan dan pelayanan publik. Senat dipilih oleh dewan provinsial yang mewakili propinsi.
  • Anggaran pertahanan: 1,2% dari total Gross  Domestic Product (GDP).

Kongo
  • Nama resmi: Republic of Congo - [Republique du Congo]
  • Bahasa resmi: Perancis, Lingala dan Monokutuba (lingua-franca)
  • Ibukota: Brazzaville
  • Etnis: Kongo 48%; Sangha 20%; M'Bochi 12%; Teke 17%; Eropa dan lainnya 3%
  • Agama: Katolik Roma 35%; Kristen (Protestan dan lainnya) 15%; Islam 2%; Agama tradisional 48%.
  • Luas wilayah (km2): 342.000.
  • Populasi: 4.492.689 (taksiran per Juli 2013)
  • Jenis kekuasaan: Republik
  • Bentuk negara: Kesatuan. Kongo terdiri atas 10 region yang bergantung sepenuhnya pada pemerintah pusat (Brazzaville adalah region sendiri).
  • Sistem pemerintahan: Presidensil. Presiden dipilih langsung untuk masa bakti 7 tahun. Presiden adalah kepala negara dan kepala administrasi negara. Presiden mengangkat menteri-menteri untuk duduk di kabinet. Tidak ada Perdana Menteri di Kongo ini.
  • Parlemen: Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly dipilih lewat Pemilu langsung dan merepresentasikan seluruh warga negara dengan masa baki 5 tahun. Senate bermasa bakti 6 tahun dan dipilih oleh dewan-dewan lokal. Senate berfungsi selaku mediator konflik dalam negara dan bertindak selaku konsultan negara.
  • Anggaran pertahanan: 1,7% dari total Gross  Domestic Product (GDP)

Guinea-Bissau
  • Nama resmi: Republic of Guinea-Bissau [Republica da Guine-Bissau]
  • Bahasa resmi:  Portugis, Crioulo, dan Afrika lainnya
  • Ibukota: .Bissau
  • Etnis: Afrika 99% (termasuk ke dalamnya Balanta 30%, Fula 20%, Manjaca 14%, Mandingan 13%); Eropa dan mulat < 1%. 
  • Agama: Islam 50%; Agama Asli 40%; Kristen 10%.
  • Luas wilayah (km2): 36.125.
  • Populasi: 1.660.870 (taksiran per Juli 2013)
  • Jenis kekuasaan: Republik
  • Bentuk negara: Kesatuan.
  • Sistem pemerintahan: Parlementer [Presiden dipilih secara langsung. Masa baktinya 5 tahun. Setelah terpilih, presiden mengangkat Perdana Menteri setelah berkonsultasi dengan pimpinan Parlemen. Presiden bertindak selaku kepala negara, sementara PM selaku kepala pemerintahan. 
  • Parlemen: Unikameral [National People's Assembly. Anggotanya terdiri atas 100 kursi. Mereka dipilih langsung untuk masa bakti 4 tahun. ]
  • Anggaran pertahanan: 4,3% dari total Gross  Domestic Product (GDP)

Guinea Khatulistiwa
  • Nama resmi: Republic of Guinea [Republique de Guinee]
  • Bahasa resmi: Perancis.
  • Ibukota: Conakry.
  • Etnis: Peuhi 40%; Malinke 30%; Soussou 20%; etnis lainnya 10%.
  • Agama: Islam 85%; Kristen 8%; Agama Asli 7%.
  • Luas wilayah (km2): 28.050.
  • Populasi: 11.176.026 (taksiran per Juli 2013).
  • Jenis kekuasaan: Republik
  • Bentuk negara: Kesatuan (sentralis). Negara ini terdiri atas 33 prefektur dan 1 zona khusus. 
  • Sistem pemerintahan: Semi-Presidensil. Presiden adalah kepala negara. Untuk memerintah, Presiden mengangkat Perdana Menteri.
  • Parlemen: Unikameral (Camara de Representantes del Pueblo). Anggotanya ada 80 orang yang dipilih lewat pemilu langsung. Namun, kekuasaannya terbatas karena didistribusikan oleh Presiden.
  • Anggaran pertahanan: 3,4% dari total Gross  Domestic Product (GDP).
Gabon
  • Nama resmi: Gabonese Republic - [Republique Gabonaise]
  • Bahasa resmi: Perancis, Fang, Myene, Nzebi, Bapounou/Eschira, Bandjabi.
  • Ibukota: Libreville
  • Etnis: Suku-suku yang termasuk ke dalam etnis Bantu (Fang, Bapounou, Nzebi, dan Obamba. Juga terdapat orang-orang Perancis yang punya dua kewarganegaraan.
  • Agama: Kristen 55-75%; Animis, dan Islam < 1%.
  • Luas wilayah (km2): 267.667.
  • Populasi: 1.640.286 (taksiran Juli 2013).
  • Jenis kekuasaan: Republik.
  • Bentuk negara: Kesatuan. Gabon terbagi atas 9 propinsi yang terdiri atas 36 prefektur dan 8 subprefektur yang terpisah. Presiden mengangkat gubernur propinsi, prefek, dan subprefek.
  • Sistem pemerintahan: Semi-presidensil. Presiden adalah kepala negara dan figur paling kuat di Gabon. Ia dipilih lewat Pemilu langsung untuk masa bakti 7 tahun dan dapat dipilih kembali tanpa batasan periode. Kepala pemerintahan dipegang Perdana Menteri yang diangkat oleh Presiden (juga menteri-menterinya). Keduanya bertanggung jawab baik kepada Presiden maupun Parlemen.
  • Parlemen: Bikameral (National Assembly + Senate). National Assembly terdiri atas 116 anggota yang dipilih langsung. Senate terdiri atas 91 anggota yang dipilih tidak secara langsung untuk masa bakti 6 tahun.
  • Anggaran pertahanan: 1,8% dari total Gross  Domestic Product (GDP)

Sao Tome and Principe

  • Nama resmi: 
  • Bahasa resmi: 
  • Ibukota: 
  • Luas wilayah (km2): 
  • Populasi: 
  • Etnis: 
  • Agama: 
  • Jenis kekuasaan: 
  • Bentuk negara: 
  • Parlemen: 
  • Anggaran pertahanan: 



Sudan Selatan

  • Nama resmi: 
  • Bahasa resmi: 
  • Ibukota: 
  • Luas wilayah (km2): 
  • Populasi: 
  • Etnis: 
  • Agama: 
  • Jenis kekuasaan: 
  • Bentuk negara: 
  • Parlemen: 
  • Anggaran pertahanan: 



Untuk keterangan mengenai jenis kekuasaan, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan parlemen silakan lihat di artikel ini.


Lihat juga:
Pengertian Jenis Kekuasaan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

Negara Eropa Timur Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Barat Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Selatan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Asia Selatan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Asia Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Amerika Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Afrika Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Afrika Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara-negara Kawasan Amerika Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Mereka
Negara-negara Kawasan Amerika Latin Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Mereka
Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara-negara Timur Tengah
Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara-negara Kawasan ASEAN

----------------------------------

Referensi

  • Gerhard Robbers, Encyclopedia of World Constitutions (New York: Facts on File Inc., 2007).
  • Matthew Sögard Shugart, “Comparative Executive-Legislative Relations” dalam R.A.W. Rhodes, Sarah A. Binder, and Bert Rockman, eds., The Oxford Handbooks of Political Institutions (New York: Oxford University Press, 2006)

tags:

bentuk negara sistem pemerintahan kamerun republik afrika tengah chad republik demokratik kongo kongo gabon guinea khatulistiwa

Tuesday, May 29, 2012

Negara Afrika Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahannya

Afrika Utara terdiri atas negara-negara seperti Aljazair, Mesir, Libya, Mauritania, Maroko, dan Tunisia (menurut Africa Development Bank Group). Tulisan ini akan membedah nama resmi, ibukota, luas wilayah, jenis kekuasaan, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan parlemen dari negara-negara ini.


Aljazair

 The World Factbook

  • Nama resmi: Democratic and Popular Republic of Algeria [Al Jumhuriyah al Jaza'iriyah ad Dimuqratiyah ash Sha'biyah]. Aljazair adalah bekas jajahan Perancis, merdeka 5 Juli 1962.
  • Bahasa resmi: Arab [resmi], Perancis [lingua-franca], bahasa-bahasa berdialek Berber [Kabylie Berber, Chaoula Berber, Mzab Berber, Tuareg Berber]
  • Ibukota: Algiers
  • Luas wilayah (km2): 2.381.741
  • Populasi: 38.087.812 [taksiran per Juli 2013]
  • Etnis: Arab-Berber [99%], Eropa dan lainnya [1%]
  • Agama: Islam [mazhab Sunni, sebagai agama resmi negara], Kristen dan Yahudi [1%]
  • Jenis kekuasaan: Republik (Demokrasi)
  • Bentuk negara: Kesatuan. Aljazair terbagi ke dalam 48 wilayas (setara propinsi), 567 dairates (wilayah setingkat di bawah propinsi), dan 1540 munisipal (wilayah setingkat di bawah dairates. Setiap wilayas dipimpin seorang wali yang diangkat oleh Presiden. Wali adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Di setiap wilayah ada Dewan Rakyat yang dipilih setiap 5 tahun sekali. Setiap wilayah mengalami otonomi finansial. Di level lokal (misalnya munisipal) dikepalai oleh Presiden Aljazair terpilih bersama dengan Dewan Rakyat yang dipilih setiap 5 tahun. Propinsi-propinsi Aljazair adalah: Adrar, Ain Defla, Ain Temouchent, Alger, Annaba, Batna, Bechar, Bejaia, Biskra, Blida, Bordj Bou Arreridj, Bouira, Boumerdes, Chlef, Constantine, Djelfa, El Bayadh, El Oued, El Tarf, Ghardaia, Guelma, Illizi, Jijel, Khenchela, Laghouat, Mascara, Medea, Mila, Mostaganem, M'Sila, Naama, Oran, Ouargla, Oum el Bouaghi, Relizane, Saida, Setif, Sidi Bel Abbes, Skikda, Souk Ahras, Tamanghasset, Tebessa, Tiaret, Tindouf, Tipaza, Tissemsilt, Tizi Ouzou, dan Tlemcen.
  • Sistem pemerintahan: Presidensil. [Presiden adalah kepala negara. Presiden memilih dan memberhentikan Perdana Menteri selaku pihak yang menjalankan pemerintahan keseharian. Perdana Menteri adalah pemimpin kabinet. Namun, kabinet ini dapat dibubarkan oleh Presiden. Presiden Aljazair dipilih secara langsung setiap 5 tahun. ]
  • Parlemen: Bikameral (National People's Assembly + Council of the Nation). National People's Assembly dipilih untuk masa bakti 5 tahun lewat Pemilu langsung dan merekalah yang memiliki kuasa legislatif. Council of the Nations setara dengan 'senat' dan jumlah totalnya tidak boleh melebihi setengah dari jumlah total anggota National People's Assembly. Council of the Nations tidak dipilih secara langsung, di mana 2/3 dipilih oleh dan dari para anggota pimpinan propinsi dan munisipal sementara 1/3-nya ditentukan oleh Presiden berdasarkan kualifikasi dalam keilmuwan, budaya, profesi, ekonomi, dan sosial mereka.
  • Anggaran pertahanan: 4,8% dari total Gross National Product (GDP).




Mesir

 www.freeusandworldmaps.com

  • Nama resmi: Arab Republik of Egypt [Jumhuriyat Misr al-Arabiyah]
  • Bahasa resmi: Arab [resmi], Inggris dan Perancis digunakan oleh kalangan intelektual.
  • Ibukota: Kairo
  • Luas wilayah (km2): 1.025.100
  • Populasi: 85.294.388 [taksiran per Juli 2013]
  • Etnis: Mesir [99,6%]; lainnya [0,4%]
  • Agama: Islam [mazhab Sunni 90%]; Kristen Koptik [9%]; Kristen lainnya [1%]
  • Jenis kekuasaan: Republik (konsolidasi demokrasi)
  • Bentuk negara: Kesatuan (sentralis). Wilayah Mesir terdiri atas 26 gubernuran (disebut Muhafazat setara propinsi) yang dipimpin oleh gubernur yang diangkat oleh Presiden. Kendati pemerintahan di tiap lokal ada, tetapi derajat otonominya terbatas akibar peran pemerintah pusat yang sangat besar. Propinsi-propinsi Mesir adalah: Ad Daqahliyah, Al Bahr al Ahmar (Laut Merah), Al Buhayrah, Al Fayyum, Al Gharbiyah, Al Iskandariyah (Alexandria), Al Isma'iliyah (Ismailiyah), Al Jizah (Giza), Al Minufiyah, Al Minya, Al Qahirah (Kairo), Al Qalyubiyah, Al Uqsur (Luxor), Al Wadi al Jadid (New Valley), As Suways (Suez), Ash Sharqiyah, Aswan, Asyut, Bani Suwayf, Bur Sa'id (Port Said), Dumyat (Damietta), Janub Sina' (South Sinai), Kafr ash Shaykh, Matruh, Qina, Shamal Sina' (Sinai Utara), dan Suhaj.
  • Sistem pemerintahan: Hybrid. Presiden pada esensinya adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri dan Menteri-menteri. Menteri-menteri bertanggungjawab kepada People's Assembly baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • Parlemen: Bikameral [Parlemen terdiri atas (1) Majlis al-Shura yang fungsinya secara tradisi adalah selaku badan konsultatif dengan sekurangnya 150 kursi dengan mana 1/10-nya ditunjuk oleh Presiden untuk masa bakti 6 tahun; (2) People's Assembly dipilih lewat Pemilu langsung dan terdiri atas 454 orang. Consultative Assembly berdiri tahun 1980, di mana ia terdiri atas 264 anggota dengan ketentuan 2/3 dipilih lewat Pemilu langsung sementara 1/3 diangkat oleh Presiden]. Perubahan-perubahan di Mesir masih terus berjalan.
  • Anggaran pertahanan: 2,2% dari total Gross Domestic Product (GDP).




Libya

 The World Factbook

  • Nama resmi: Libya
  • Bahasa resmi: Arab
  • Ibukota: Tripoli [Tarabulus]
  • Luas wilayah (km2): 1.759.540
  • Populasi: 6.002.347 [taksiran per Juli 2013]
  • Etnis: Berber dan Arab [97%]; Lainnya 3% [termasuk Yunani, Malta, Italia, Mesir, Pakistan, Turki, India, dan Tunisia]
  • Jenis kekuasaan: Republik
  • Bentuk negara: Kesatuan. Libya terdiri atas wilayah-wilayah gubernuran yang disebut Shabiyat. Masing-masing gubernuran memiliki People's Congress dan People's Committee-nya sendiri-sendiri. Shabiyat-shabiyat Libya adalah: Al-Butnan, Al-Jabal al-Akhdar, Al-Jabal al-Gharbi, Al-Jafarah, Al-Jufrah, Al-Kufrah, Al-Marj, Al-Marqab, Al-Wahat, An-Nuqat al-Khams, Az-Zawiyah, Banghazi, Darnah, Ghat, Misratah, Murzuq, Nalut, Sabha, Surt, Tarabulus, Wadi al-Hayat, dan Wadi ash-Shati.
  • Sistem pemerintahan: Parlementer. Kabinet harus disetujui oleh National Congress. Masih dalam masa transisi.
  • Parlemen: Unikameral (National Congress). Masih dalam masa transisi.




 Mauritania

 The World Factbook

  • Nama resmi: Islamic Republic of Mauritania [Al Jumhuriyah al Islamiyah al Muritaniyah]
  • Bahasa resmi: Arab [resmi dan nasional]; bahasa-bahasa nasional lainnya [Pulaar, Soninke, dan Wolof]
  • Ibukota: Nouakchott.
  • Luas wilayah (km2): 1.030.700
  • Populasi: 
  • Jenis kekuasaan: Timokrasi [Junta Militer]
  • Bentuk negara: Kesatuan. [Mauritania terbagi atas 13 region (disebut Wilaya) termasuk distrik ibukota (Nouakchott). Kendati dalam konstitusi ada disebutkan otonomi region, tetapi peran pemerintah pusat masih sungguh besar. Wilaya-wilaya Mauritania adalah: Adrar, Assaba, Brakna, Dakhlet Nouadhibou, Gorgol, Guidimaka, Hodh ech-Chargui, Hodh el-Gharbi, Inchiri, Nouakchott, Tagant, Tiris Zemmour, dan Trarza ]
  • Sistem pemerintahan: Presidensil. [Presiden Mauritania memegang kewenangan yang cukup besar. Presiden adalah sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri dan para menteri. Perdana Menteri dan para menteri bertanggung jawab baik kepada presiden maupun kepada parlemen]
  • Parlemen: Bikameral (National Assembly + Senat). [National Assembly (Al Jamiya Al Wataniya) beranggotakan 95 orang, dipilih langsung, dengan masa bakti 5 tahun. Senat (Majlis al-Shuyukh) terdiri atas 56 anggota yang dipilih lewat pemilu tidak langsung serta terlebih dahulu dinominasikan oleh dewan-dewan munisipal. Sejumlah 2/3 anggota bermasa tugas 6 tahun sementara 1/3 diganti setiap 2 tahun]
  • Anggaran pertahanan: 5,5% [dari total Gross Domestic Product (GDP)]

 

Maroko

The World Factbook

  • Nama resmi: Kingdom of Morocco [Al Mamlakah al Maghribiyah]
  • Bahasa resmi: Arab [resmi], Berber [Tamazight official, Tachelhit, dan Tarifit], Perancis [bahasa kalangan bisnis]
  • Ibukota: Rabat
  • Luas wilayah (km2): 712.550
  • Populasi: 32.649.130 [taksiran per Juli 2013]
  • Etnis: Arab-Berber [99%]; lainnya [1%]
  • Agama: Islam [99%, mazhab Sunni]; lainnya [1%]
  • Jenis kekuasaan: Monarki Konstitusional.
  • Bentuk negara: Kesatuan (desentralis). Wilayah Maroko terbagi-bagi atas wilayah-wilayah yang masing-masing memiliki otonomi lokal seperti region, prefektur, propinsi, serta komunitas-komunitas urban dan rural. Terdapat 16 region di Maroko [Grand Casablanca, Chaouia-Ouardigha, Doukkala-Abda, Fes-Boulemane, Gharb-Chrarda-Beni Hssen, Guelmim-Es Smara, Laayoune-Boujdour-Sakia El Hamra, Marrakech-Tensift-Al Haouz, Meknes-Tafilalet, Oriental, Rabat-Sale-Zemmour-Zaer, Souss-Massa-Draa, Tadla-Azilal, Tanger-Tetouan, dan Taza-Al Hoceima-Taounate] di mana masing-masing region bersifat lintas propinsi dan prefektur. Komunitas-komunitas rural punya otonomi finansial. Terdapat pemilu di tingkat lokal.
  • Sistem pemerintahan: Semi-presidensil.
  • Parlemen: Bikameral (House of Representatives + House of Counselors). House of Representatives terdiri atas 325 anggota terpilih (30 kursi diperuntukkan bagi perempuan). House of Counselors terdiri atas 270 anggota yang dipilih untuk masa bakti 9 tahun
  • Anggaran pertahanan: 4,8% [dari total Gross Domestic Product]


 

Sudan

 The World Factbook

  • Nama resmi: 
  • Bahasa resmi: 
  • Ibukota: 
  • Luas wilayah (km2): 
  • Populasi: 
  • Etnis: 
  • Agama: 
  • Jenis kekuasaan: 
  • Bentuk negara: 
  • Parlemen: 
  • Anggaran pertahanan: 



Tunisia

 The World Factbook
  • Nama resmi: Republic of Tunisia [Al Jumhuriyah at Tunisiyah]
  • Bahasa resmi: Arab [resmi dan bisnis]; Berber Tamazigh; Perancis [bisnis]
  • Ibukota: Tunis
  • Luas wilayah (km2): 163.610.
  • Populasi: 10,835,873 [taksiran per Juli 2013]
  • Etnis: Arab [98%]; Eropa [1%]; Yahudi dan lainnya [1%]
  • Agama: Islam [mazhab Sunni, 98%]; Kristen [1%]; Yahudi dan lainnya [1%] 
  • Jenis kekuasaan: Republik (demokrasi)
  • Bentuk negara: Kesatuan. [Struktur negara kesatuan Tunisia terbagi atas 3 level yaitu pusat, menengah, dan lokal. Di tingkat pusat terdapat 21 kementerian yang terbagi atas sejumlah direktorat negara mengikut model administrasi Perancis. Tingkat menengah terdiri atas 23 gubernuran (disebut wilayat} yang punya perwakilan politik di pemerintah pusat, dengan mana masing-masing dikepalai seorang gubernur yang diangkat oleh Presiden. Di tingkat lokal terdiri atas sejumlah kabupaten (munisipal) yang dikepalai langsung oleh Presiden yang berkuasa selama 5 tahun. Wilayat-wilayat Tunisia adalah:  Aryanah, Bajah, Bin 'Arus, Banzart, Qabis, Qafsah, Jundubah, Al-Qayrawan, Al-Qasrayn, Qibili, Al-Kaf, Al-Mahdiyah, Manubah, Madanin, Al-Munastir, Nabul, Safaqis, Sidi Bu Zayd, Silyanah, Susah, Tatawin, Tawzar, Tunis, dan Zaghwan]
  • Sistem pemerintahan: Parlementer. [Presiden adalah kepala negara, sekaligus kepala pemerintahan. Namun, dalam memerintah presiden harus berkonsultasi dengan Perdana Menteri. Presiden dapat mengangkat atau memberhentikan menteri atas persetujuan Perdana Menteri. Jika Perdana Menteri berhalangan tugas, maka Presiden berfungsi selaku ketua Dewan Menteri.] Dalam masa transisi.
  • Parlemen: Bikameral (Chamber of Deputies/Majlis al-Nuwaab + Chamber of Councilors). [Majlis al-Nuwaab dipilih secara langsung lewat Pemilu, bermasa bakti 5 tahun. Chamber of Councilors terdiri atas sejumlah anggota yang totalnya tidak boleh melebihi 2/3 total anggota Majlis al-Nuwaab] Dalam masa transisi.
  • Anggaran pertahanan: 1,5% [dari total Gross Domestic Product]

WILAYAH SENGKETA

Western Sahara (Sahara Barat)

Untuk keterangan mengenai jenis kekuasaan, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan parlemen silakan lihat di artikel ini.


Lihat juga:
Pengertian Jenis Kekuasaan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

Negara Eropa Timur Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Barat Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Eropa Selatan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Asia Selatan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Asia Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Amerika Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Afrika Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara Afrika Utara Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara-negara Kawasan Amerika Tengah Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Mereka
Negara-negara Kawasan Amerika Latin Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Mereka
Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara-negara Timur Tengah
Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara-negara Kawasan ASEAN

----------------------------------

Referensi

  • Gerhard Robbers, Encyclopedia of World Constitutions (New York: Facts on File Inc., 2007).
  • Matthew Sögard Shugart, “Comparative Executive-Legislative Relations” dalam R.A.W. Rhodes, Sarah A. Binder, and Bert Rockman, eds., The Oxford Handbooks of Political Institutions (New York: Oxford University Press, 2006)

tags:

bentuk negara sistem pemerintahan aljazair mesir tunisia libya maroko mauritania

Saturday, May 26, 2012

Orang-orang India yang Tinggal di Indonesia

Orang-orang India yang Tinggal di Indonesia sesungguhnya dapat dilacak hingga periode non sejarah Indonesia (sebelum ditemukan bukti tertulis). Kini, orang India merupakan etnis imigran kedua terbanyak di Asia Tenggara setelah Cina.[1] Istilah imigran pada tulisan ini mengacu pada generasi pertama India yang menetap di Indonesia setelah meninggalkan tempat asalnya.


Seperti telah dikatakan, sesungguhnya, imigran India telah berhubungan dengan bumi nusantara sejak era awal Masehi. Melalui orang-orang India inilah berkembang agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Pada awalnya, orang India yang berhubungan adalah kelas brahmana yang diundang oleh para elit lokal Indonesia. Mereka diundang karena para elit Indonesia menginginkan pengajaran ilmu-ilmu baru di bidang agama, teknologi, dan ketatanegaraan. Lewat pengaruh India, aneka bentuk kerajaan di nusantara berkembang. Raja lambat-laun dianggap penjelmaan para dewa. Mulailah kerajaan (pusat aktivitas raja) menjadi sentral wilayah-wilayah sekeliling. Dua bentuk kerajaan yang kental pengaruh India adalah Sriwijaya dan Majapahit. Pengaruh tersebut utamanya berlangsung di lingkup agama, bahasa, dan konsep-konsep ketatanegaraan (termasuk filsafat politik).

Di masa kemudian, penulis seperti A. Mani, menganggap orang-orang Asia Selatan, khususnya Tamil, telah bermigrasi ke Indonesia sekurangnya sejak pendudukan Belanda atas Indonesia.[2] Orang-orang keturunan mereka inilah yang kini banyak terdapat di Indonesia. Mani lalu mempresentasikan tabel perkembangan penduduk non pribumi seperti Cina, Eropa, Arab, dan Inggris-India di Indonesia 1815-1930 sebagai berikut:[3]




Cina merupakan penduduk non Indonesia yang paling banyak. Pada tahun 1930 jumlahnya mencapai 1.233.000 orang. Sementara orang India merupakan yang terkecil dalam mana periode 1920-1930 mereka hanya bertambah 11.000. Pertumbuhan ini merupakan yang terkecil ketimbang penduduk non Indonesia lainnya. Jika ditinjau dari persebaran domisili pulau, maka penduduk India di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:[4]




Orang India terbanyak tinggal di Pulau Sumatera. Jika dispesifikkan lagi Sumatera mana, maka jawabannya Sumatera Utara. Sementara itu, dari suatu studi yang dilakukan tahun 1977 mempresentasikan data warganegara India berdasarkan jenis kelamin di Indonesia sebagai berikut:[5]



Data di atas sekadar mempresentasikan jumlah orang India yang mengaku berkewarganegaraan India, bukan Indonesia. Dengan demikian menjadi mungkin bahwa jumlah etnis India (dan keturunannya) lebih banyak dari data. Juga termasuk mereka yang mengakui sudah menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Hingga tahun 1980-an, etnis India di Indonesia terutama terkonsentrasi di Sumatera Utara dan Jakarta. Di Sumatera Utara etnis India mayoritas berasal dari suku Tamil dan kelompok Sikh. Di Jakarta etnis India umumnya berkegiatan di lingkup bisnis dan berasal dari komunitas Sindh dan Sikh. Di Sumatera Utara, etnis India terkonsentarasi di Medan, Binjai, Sibolga, Tanjung Balai, Pematang Siantar, dan Tebing Tinggi. Pada perkembangannya hingga kini, terjadi migrasi etnis India dari Sumatera Utara dan India ke Jakarta. Ini diakibatkan Jakarta merupakan metropolis Indonesia, tempat kegiatan bisnis terpusat.


Etnis India di Indonesia pun dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, keturunan India yang berasal dari periode kolonial. Mereka menganggap Indonesia tanah air mereka dan identitas keindiaannya relatif telah melemah. Kedua, kelompok India yang berbisnis. Mereka datang ke Indonesia sebelum dan sesudah periode perang. Rata-rata mereka punya tingkat kehidupan yang cukup baik, percaya diri bahwa mereka adalah orang Indonesia, dan anak-anak mereka telah membentuk aspek-aspek identitas keindonesiaan. Ketiga, kelompok India yang masuk ke dalam kategori investor. Kedatangan mereka agak terlambat jika dibandingkan orang-orang Jepang dan Korea. Kepentingan utama mereka adalah pekerjaan (bisnis) sehingga berupaya mengadaptasi aturan-aturan dasar bermasyarakat yang dianut Indonesia. Mereka ini terdiri atas kaum profesional teknologi informasi, banker, operator dana bantuan, ahli asuransi, dan konsultan bisnis.[6]


Mengenai berapa jumlah etnis India di Indonesia, sensus penduduk tahun 2000 yang direkam oleh A. Mani menyebut jumlah mereka 34.685. Sekitar 22.047 atau 64% tinggal di Sumatera Utara sementara di Jakarta berjumlah 3.632 atau 11% saja. Wilayah lain di mana terdapat jumlah etnis India yang cukup besar adalah Sumatera Selatan (1.245 atau 4%), Jawa Timur (1.164 atau 3%), Kalimantan Barat (1.150 atau 3%), dan Jawa Barat (1.033 atau 3%). Sisanya tersebar di wilayah-wilayah Indonesia lainnya.[7] Agama orang-orang India tersebut adalah Hindu (40%), Islam (30%), Buddha (17%), Protestan (6%), Katolik (5%), dan 2% agama lain.


Mani melanjutkan bahwa di Jakarta, aneka bisnis orang India awalnya terkonsentrasi di sekitar Passer Baroe (Pasar Baru) Jakarta Pusat.[8] Pada perkembangannya, konsentrasi ini menyebar dengan tetap mempertahankan Passer Baroe selaku kantor administrasi pusatnya. Orang Sikh dari Medan banyak pula yang mencari tempat tinggal di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Aktivitas etnis India lebih banyak berlingkup di bidang ekonomi sama seperti Cina. Orang India dari kelompok Sindhi distereotipkan sebagai pebisnis tekstil, orang Sikh pada bisnis peralatan olah raga, Tamil di Medan dengan pertanian, perusahaan konstruksi dan bisnis kecil, sementara orang Sikh di Medan terkenal sebagai peternak sapi dan bisnis alat olah raga.


Menurut Anita Raina Thapan, komunitas Sindhi berasal dari wilayah India yang kemudian menjadi Pakistan tahun 1947. Komunitas ini 25% nya beragama Hindu dan mereka terbagi, antara yang memutuskan pindah ke India yang mayoritas Hindu atau berdiaspora ke belahan dunia lain.[9] Kelompok Sindhi India di Jakarta mulai melepas identifikasi awalnya, yaitu stereotip mereka selaku pebisnis tekstil, dengan merambah bidang pabrikasi tekstil, karpet, garmen, farmasi, dan kimia. Harga garmen dan tekstil yang mereka tawarkan lebih murah ketimbang Cina.


Selain itu, kelompok Sindhi juga merambah bidang sosial dan pendidikan. Banyak didirikan rumah suaka bagi anak yatim-piatu dan janda kalangan Sindhi.[10] Rumah yang terkenal adalah Gandhi Service Center (Gandhi Sewa Loka). Untuk lembaga pendidikan, di Jakarta berdiri Gandhi School di Pasar Baru, Khalsa School di Medan (Khalsa School dikelola kelompok Gurudwara Sikh), Nehru School di Medan, dan Saraswathi School di Surabaya. Kecuali Khalsa School, sekolah-sekolah tersebut dikelola oleh orang-orang Sindhi, termasuk Texmaco School yang didirikan oleh Perusahaan Texmaco. Yayasan Pendidikan Satya Sai Baba Indonesia didirikan tahun 2000 dengan tujuan utama menyebarkan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan kepada seluruh warganegara Indonesia. Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia (Depdiknas) mengizinkan organisasi ini mengadakan seminar bagi 2000 guru serta menjadikan SMAN 22 selaku sekolah model bagi pengajaran siswa. Kurikulum dominan yayasan ini adalah nilai-nilai kemanusiaan.[11] Jawaharlal Nehru Cultural Center (JNCC) di Jakarta didukung oleh Kedubes India guna mempromosikan budaya India di Indonesia. Kegiatannya meliputi kelas-kelas belajar tari dan musik India. Salah satu kantor cabangnya di Bali, sukses dalam menarik minat sejumlah besar orang Indonesia yang hendak belajar budaya India.


Kelompok Sindhi banyak melakukan pengembangan bisnis. Ini termasuk Ram Barwani lewat K. Haloomal & Co. (karpet), Jawahar Punjabi lewat Luxury 22, Jamu Punjabi (MD Films), Ram Punjabi (MNC), Nico J. Horan (industri fashion), Gopi Samtani (Rapi Films), Ram Soraya (Soraya Films). Termasuk kelompok Sindhi ini adalah Haresh Lakshamana yang memiliki Century 21, perusahaan importir film terbesar Indonesia.


Menurut A. Mani, kelompok Sikh di Jakarta banyak berasal dari Medan.[12] Rata-rata mereka adalah pekerja sektor wirausaha dan tentunya memiliki pekerja sendiri. Mereka rata-rata menguasai Bahasa Inggris karena merupakan bahasa pengantar di Khalsa School Medan. Bisnis peralatan olahraga menjadi trademark kelompok Sikh ini, kendati mereka juga relatif berhasil merambah bisnis coastal shipping di Indonesia. Migrasi kelompok Tamil dari Medan ke Indonesia berjalan seiring bangkitnya Texmaco Jaya di bawah kepemimpinan Marimuthu Srinivasan (atau kerap dieja Sinivasan). Di India, Tamil secara georafis ada di selatan anak benua India, dan semakin banyak migran dari sana diserap oleh perusahaan Texmaco Jaya. Kelompok Tamil dan Sikh lalu menjalin persahabatan akibat pertukaran pekerja ini.


Selain kelompok-kelompok di atas, kini terdapat pula kaum investor India di Indonesia. Mereka misalnya Aditha Birla Group, L.N. Mittal di Surabaya, EWSR Group dari Chennai, dan J.K. Files di Surabaya (termasuk PT. Pokok). Selain itu, perusahaan-perusahaan seperti TVS (kelompok Tamil Nadu), Bajaj, dan Pangor Group termasuk ke dalamnya. Khusus TVS merupakan produsen kendaraan bermotor yang siap menyaingi Jepang di Indonesia.[13]


Secara sosial, interaksi kelompok Sindhi dan Sikh di Jakarta terpusat di Passer Baroe, khususnya pada Gurudwara Sikh. Kelompok Sindhi awalnya pengikut Guru Sikh yang di Jakarta jumlahnya lebih besar ketimbang Sikh. Namun, kalangan Sindhi ini lebih berpatron pada Gurudwara Passer Baroe yang dikendalikan kelompok Sikh.


Menurut Mani, sebelum kedatangan kalangan Sikh dari Medan, terdapat dua Gurudwara di Jakarta.[14] Yang tertua ada di Tanjung Priok, sementara Gurudwara Passer Baroe muncul belakangan. Gurudwara Passer Baroe didominasi kelompok Sikh dan Sindhi yang aktivitasnya berpusar di komunitas bisnis. Pada perkembangan kemudian, Balwant Singh, pengusaha sukses dari Medan, mendonasikan tanahnya guna membangun gurudwara di kawasan Ciputat. Santok Singh dan Major Kumar juga mendirikan gurudwara di Tangerang, Banten. Dua gurudwara terakhir ini terbentuk akibat persaingan kelompok yang telah lama diam di Jakarta (gurudwara Tanjung Priok dan Passer Baroe). Gurudwara Ciputat dan Tangerang cenderung berkompetisi satu sama lain. Kelompok Sindhi tertarik pada gurudwara Passer Baroe dan Tanjung Priok. Mereka sekaligus partisipan utama sejumlah kuil, termasuk yang tertua yaitu kuil Siwa di Pluit (berdiri 1954). Kuil tersebut mengakomodasi kepentingan yang berbeda dari umat Hindu di Jakarta. Kuil tersebut berisikan tokoh-tokoh suci kalangan Sindhi seperti Garuda, Hanoman, Guru Nanak, Sai Baba, dan Sri Rama. Selain Kuil Siwa di Pluit itu, terdapat pula bangunan-bangunan suci lain seperti Sadhu Vaswani Center di Jakarta, Svami Satsang Beas di Cibubur, Devi Mahdir di Kemayoran.


Selain membentuk kelompok berdasar agama, etnis India di Indonesia juga membentuk aneka organisasi kemasyarakatan. Untuk itu bisa disebut India Club, Indonesia Tamil Mandram, The Economic Council of Indonesia and India (ECII), Indian Women’s Association, dan Jawaharlal Nehru Cultural Centre.[15] ECII mirip dengan kadin-nya pengusaha dan bisnis India di Indonesia. Mereka mewakili kepentingan anggotanya saat berhadapan dengan pemerintah Indonesia. Di masa datang ECII berniat bergabung ke Kadin Indonesia guna meningkatkan representasinya baik di sektor pemerintah maupun privat di Indonesia. Klub India merupakan klub sosial dari keluarga-keluarga ekspatriat India di Jakarta. Klub ini menyediakan platform interaksi antaranggota dan keluarganya dalam even-even kultural seperti Holi dan Deepavali. Bahasa Hindi dan Inggris adalah pengantar dalam klub sosial ini. The Indonesia Tamil Mandram dimulai oleh Sundar Raman. Raman yang juga mengetuai Trisakti Group of Consultans, kerap memberi nasehat bagi pada investor India yang akan menanamkan modal mereka di Indonesia. Keanggotaan organisasi ini meliputi 200 keluarga Tamil di Jakarta. Organisasi juga mendidik orang-orang Tamil agar masuk menjadi keluarga Tamil, utamanya yang berasal dari Medan. Atma Jyoti adalah organisasi Tamil lain yang dibangun oleh orang-orang Tamil asal Medan. Pada perkembangannya Atma Jyoti menjadi pusat kaum muda Tamil asal Medan untuk saling mengenal satu sama lain. Kegiatannya meliputi pertunjukkan budaya yang menampilkan lagu dan tarian khas Tamil melalui film. Keluarga Tamil asal Medan juga menggunakan organisasi ini untuk social gathering di Jakarta.



--------------------------------
Referensi:

[1] Milton E. Osborne, Southeast Asia: An Introductory History, (New South Wales: Allen & Unwin, 2004) p.113.
[2] A. Mani, Indians in North Sumatra dalam K. S. Sandhu and A. Manni, eds., Indian Communities in Southeast Asia (Singapore: ISEAS, 1993) p.48.
[3] Ibid., p.48.
[4] Ibid., p.49.
[5] Ibid., p.50.
[6] A. Mani, Indians in a Rapidly Transforming Indonesia dalam K. Kesavapany, ed., et.al., Rising India and Indian Communities in East Asia, (Singapore: ISEAS Publishing, 2008) p.229-30.
[7] Ibid., p.231.
[8] Ibid.
[9] Anita Raina Thapan, Sindhi Diaspora in Manila, Hong Kong, and Jakarta (Manila: Ateneo de Manila University Press, 2002) p.1.
[10] A. Mani, Indians ..., op.cit., p. 240-2.
[11] Ibid p.245.
[12] Ibid.
[13] Ibid.p.240.
[14] Ibid.p.245.
[15] Ibid., p.247-9. 

tags:
etnis india di indonesia india tamil india sindhi india sikh gurudwara tamil madram passer baroe pasar baru texmaco tvs bajaj twenty one century Sadhu Vaswani Center Svami Satsang Beas guru nanak sai baba khalsa school gandhi school gopi samtani rapi films soraya etnis india