Latest News

Friday, June 26, 2020

Clifford Geertz dan Ruh-ruh menurut Kaum Abangan


Dalam studinya mengenai kaum Santri, Abangan, dan Priyayi di dalam bukunya The Religion of Java, ada bab menarik yang ditulis Clifford Geertz yaitu mengenai aneka ruh dalam kepercayaan kaum Abangan. Ruh-ruh menurut Kaum Abangan ini dipotret oleh Clifford Geertz, seorang antropolog Barat, di mana mereka melakukan interaksi dengan manusia kadang secara politis. Potret Geertz cukup detail mengenai jenis para kaum ruh ini. Geertz menimba informasi mengenai aneka ruh dari narasumbernya, seorang pemuda tukang kayu dari Mojokuto. Berdasarkan informasi salah satu penduduk Mojokuto itu, kaum ruh menurut kaum Abangan diklasifikasi menjadi tiga: Memedi, Lelembut, dan Tuyul. Selain yang tiga ini, Geertz juga turut membahas mengenai Demit dan Danyang. 

Memedi

Memedi itu kerjanya menakut-nakuti. Selain itu kerap mereka membuat marah manusia. Namun, Memedi biasanya tidak menimbulkan cedera serius. Memedi laki-laki disebut Gendruwo dan perempuannya disebut Wewe. Saat Wewe menikah dengan Gendruwo, ia lalu biasa membawa anak-anaknya dalam gendongan, persis manusia. Memedi biasanya muncul saat malam terutama di tempat gelap dan sepi. Kerap para Memedi ini mengambil bentuk orang tua atau kerabat lain dari manusia yang masih hidup atau sudah meninggal, bahkan tak jarang anak dari seseorang.

Gendruwo adalah jenis paling umum dari Memedi. Gendruwo lebih bersifat menyenangkan ketimbang menakutkan. Mereka suka mencandai manusia, seperti menepuk pinggul perempuan, memindahkan baju seseorang dan melemparkannya ke sungai, menimpuki genting rumah saat malam hari, melompat dari pepohonan terutama di sekitar pekuburan. Dengan demikian, berdasarkan kecenderungan ini, Gendruwo tidak melulu tak berbahaya. Kerap ia muncul dalam wujud orang tua, kakek, anak, atau kembaran seseorang. Mereka akan berkata, "Hey, ayo ikut sama aku." Jika manusia itu bersedia, Gendruwo tiba-tiba menghilang. Kerabat yang diwujudkan itu juga hilang, sehingga keluarganya yang ada akan membuat suara bising. Gendruwo yang marah karena kebisingan ini menawarkan korban makanan. Jika kerabat yang hilang itu makan makanan yang disajikan Gendruwo, ia akan terus tidak tampak. Jika kerabat itu menolak, ia akan tampak dan keluarga yang mencarinya akan menemukan. 

Bahkan, Gendruwo ini punya kemerdekaan yang lebih. Mereka bisa mengadopsi wujud seorang suami dan tidur dengan istrinya. Akan lahir anak dari hubungan ini berupa monster. Di Mojokuto, sesuai penuturan Geertz, ada seseorang dengan konsekuensi ini. Ia hidup hingga usia 16 tahun kemudian meninggal dunia. Wujudnya besar dan hitam. 

Memedi ini lebih mudah dipahami oleh orang Barat (termasuk Geertz, tentunya). Dalam bahasa Inggris homonimnya adalah 'spooks.'Manifestasi lain dari Memedi adalah Jrangkong (lelaki tanpa daging, hanya tulang) dan Wedon, ruh yang tertutupi kain putih. Geertz menyebut identifikasi Jrangkong dan Wedon adalah hasil pinjaman dari sumber-sumber Eropa. Selain Jrangkong dan Wedon, ada juga Panaspati yang kepalanya terletak di posisi yang seharusnya kelamin. Panaspati berjalan dengan tangannya, dan menghembuskan api. Ada pula Jin, hantu yang mengindikasikan pengaruh Islam di kalangan Abangan. Selain itu ada pula Pisaci, anak kecil tanpa orang tua yang selalu mencari tempat tinggal. Selain Pisaci, ada lagi Uwil yang kini sudah jarang ditemukan dan dulunya adalah prajurit Buddha. Lalu ada Setan Gundul, yang seluruh rambut kepalanya habis kecuali sedikit di bagian depan membentuk Kuncung. 

Dalam grup Memedi ini terdapat Sundel Bolong, pelacur dengan lubang di tubuhnya. Sundel Bolong adalah wanita canting yang telanjang. Namun, ia punya lubang besar di bagian tubuh belakang sebelah tengah. Ia punya rambut panjang berwarna hitam hingga ke pantat sehingga menutupi lubang besar itu. Terus diperdebatkan apakah Sundel Bolong itu menarik bagi kaum laki-laki ataukah tidak. Satu sumber menyatakan siapapun laki-laki yang bertemu dengannya akan langsung lari terbirit-birit. Sumber lain menyatakan bahwa Sundel Bolong itu menarik dan mampu membuat laki-laki terpikat sehingga bersedia jalan beriringan: Dan jika laki-laki itu bersedia, maka Sundel Bolong akan mengkebirinya. 

Lelembut

Lelembut berbeda dengan Memedi. Lelembut bisa membuat seorang manusia sakit atau gila. Lelembut ini merasuki tubuh seseorang, yang jika tidak segera diobati dukun bisa saja orang itu mati. Dokter produk Barat tidak bisa mengobati kegilaan atau sakit manusia akibat rasukan Lelembut ini. Hanya dukun yang bisa. Dukung bisa melacak di mana letak Lelembut dalam tubuh manusia lalu menariknya keluar dengan memijat lokasi tersebut. Misalnya di kaki, lengan, atau titik tertentu di bagian belakang tubuh manusia. Lelembut ini tidak terlihat, tetapi sangat berbahaya bagi manusia. Lelembut bisa melakukan take-over raga manusia. Akibat dari take-over ini adalah sakit, gila, bahkan kematian bagi manusia yang tertimpa. 

Lelembut selalu merasuk tubuh manusia lewat kaki. Sebab itu perlu bagi seseorang selalu menghangatkan kaki di dekat perapian sebelum menjenguk bayi yang baru lahir. Bayi sangat sensitif terhadap pengaruh Lelembut, dan apabila terjadi disebut Sawanen. Namun, ada pula pihak menyatakan Lelembut merasuk lewat kepala dahulu. Sebab itu kerap ubun-ubun bayi diborehi ramuan campuran bawang, lada, dan parutan kelapa. Borehan tersebut akan menghangatkan ubun-ubun dan menolak Lelembut. Apabila seseorang terasuk Lelembut, paling tidak 10 menit, dapat segera disembuhkan dengan mengusap sarung ke wajahnya. Jika lebih lama maka peristiwa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah kategori. 

Pertama adalah Kesurupan, yang asal katanya adalah 'masuk' atau juga bisa diartikan 'terbenam.' Ini mungkin merefleksikan kepercayaan saat menjelas matahari tenggelam adalah saat hantu berkeliaran. Kesurupan digunakan untuk menggambarkan peristiwa masuknya Lelembut secara umum. Biasanya dukun lalu dipanggil untuk mengobati Kesurupan ini. Dukun umumnya bertanya, "Siapa namamu? Di mana rumahmu? Kenapa kamu datang ke sini? Apa yang kamu inginkan? Pertanyaan ini ditujukan pada ruh yang masuk ke tubuh seseorang, bukan pada orang itu sendiri. Ruh yang masuk itu lalu biasanya menjawab, "Nama saya Kiyai Bendok. Rumah saya di jembatan depan pasar. Saya datang ke sini untuk makan dan minum." Jawaban ruh itu melalui mulut si korban. Dukun lalu menimpali, "Saya akan beri kamu sesuatu untuk dimakan dan dimininum, tetapi saat kamu sudah selesai, harus segera pulang." Biasanya, Lelembut minum minuman keras seperti arak beras dan makan dupa. Jika proses berjalan mulus, Lelembut berkata, "Baik, saya akan pulang sekarang." Korban akan mengejang tiga kali atau lebih secara keras, lalu berangsur melemah, dan pingsan. Saat telah pulih, ia tidak akan ingat apa yang sudah terjadi. 

Kedua adalah Kampir-kampiran, yang maknanya "melakukan penerbangan untuk mengunjungi seseorang." Kampir-kampiran hampir mirip dengan Kesurupan kecuali ruh yang merasuk bukan berasal dari jembatan atau rumpun pohon bambu di wilayah sekitar melainkan dari tempat jauh seperti Samudera Indonesia. Ruh dalam Kampir-kampiran sedang melakukan penerbangan dari Samudera itu menuju gunung vulkanik di dekat Mojokuto, tetapi tiba-tiba terjerembab di tubuh korban. 

Ketiga adalah Kampel-kampelan juga mirip dengan Kampir-kampiran kecuali korban tidak nyata sakit. Ia masih bisa berjalan dan bertingkah layaknya dalam kondisi normal, tetapi kadang berperilaku aneh kendati tidak sering. Misalnya, seorang suami baru pulang dari reruntuhan candi Hindu. Saat pulang ke rumah tiba-tiba ia memukul anaknya sementara ia tidak memaksudkannya demikian. Istrinya akan berkata, "Kamu sudah kemasukan ruh candi itu." Masuknya ruh semacam ini agak remeh, dengan mandi maka ruh itu akan menghilang.

Keempat adalah Setanan, yang serupa dengan Kampel-kampelan tetapi lebih serius. Seorang korban mungkin masih bisa berjalan dan tidak terlalu menunjukkan bahwa ia sakit. Namun, perlu dukun untuk mengeluarkan ruh itu. Dukun akan menemukan di mana si setan dan memberitahunya apa yang ia mau agar keluar dari tubuh yang dirasuki. Tawaran ini disebut Ulih-ulih atau Sajen, yang biasanya terdiri atas kembang, dupa, dan mungkin saja dedaunan tertentu. Setan akan memakan ini semua dan meninggalkan si korban dalam damai. 

Kelima adalah Kejiman, yang sama dengan Setanan kecuali setan ini lebih bercorak Abangan dan Jawa sementara Jim lebih bercorak Arab atau santri. Jim mampu tinggal lebih lama dalam tubuh seseorang. Orang yang dihinggapi Jim tidak menampakkan sakit, tetapi bertingkah aneh dan mencurigakan. Contoh, ia akan makan luar biasa banyak atau sebaliknya, enggan memakan sesuati. Perasaannya akan menjadi tajam dan memunculkan kecerdasan yang tidak biasanya. 

Keenam adalah Kemomong, dan ini adalah bentuk pakta dengan Iblis secara sukarela. Seseorang yang tidak percaya pada Tuhan, akan menjadi kawan Setan. Setan akan merasukinya dan itu adalah kemauan kedua belah pihak. Orang itu akan setengah gila, tetapi menguasai kekuatan tertentu seperti kemampuan menyembuhkan. 

Tuyul

Tuyul adalah hantu anak-anak, yaitu anak-anak yang bukan manusia. Tuyul tidak membuat marah atau menakuti manusia, juga tidak membuat sakit seperti Lelembut. Sebaliknya, Tuyul disukai oleh manusia karena bisa membuat mereka kaya. Jika seseorang hendak berkomunikasi dengan Tuyul, ia harus berpuasa dan bermeditasi. Tuyul lalu muncul (bisa dilihat) dan bisa disuruh untuk kepentingan si manusia tadi. Jika seseorang ingin kaya, Tuyul disuruh mencuri uang. Tuyul tidak terlihat dan bisa melakukan perjalanan jauh dalam waktu singkat. Tidak sulit bagi Tuyul untuk mencari di mana uang berada. 

Variasi lain dari Tuyul adalah Mentek. Mentek juga berupa anak kecil yang tidak mengenakan apapun. Sejumlah orang menyatakan Mentek adalah sepupu Tuyul. Mentek hidup di persawahan. Mentek ini bisa disuruh mencuri beras milik orang lain dan menyimpan di lumbung pemeliharanya. Saat panen, lumbung orang ludes sementara lumbung pemilik Mentek penuh berkali-lipat. 

Saat melakukan penelitian di Mojokuto, Geertz diinformasikan bahwa saat itu ada 3 orang yang menguasai Tuyul: seorang tukang daging, seorang wanita kaya baru, dan seorang pebisnis. Ketiga orang itu melakukan pakta dengan Tuyul. Di Mojokuto, jika seorang ingin memelihara Tuyul maka ia dapat mengunjungi empat lokasi: Borobudur di barat, Penataran di selatan, Bongkeng di timur, dan kuburan Sunan Giri di utara. Di tiap wilayah itu, orang yang ingin melakukan pakta melakukan sumpah bahwa apabila ruh penunggu tempat tersebut memberikan Tuyul kepadanya, maka ia akan memberikan korban manusia. Korban ini bisa kerabat ataupun teman. 

Namun, perlu diingat. Bahwa orang yang melakukan pakta untuk mendapat Tuyul akan tersiksa saat sakaratul mautnya. Nafas mereka terus memendek dan terus memendek, menderita rasa sakit yang konstan bercampur demam tinggi, dan hanya menemui ajal setelah menderita siksaan hebat. Ini setimpal dengan kenikmatan dunia yang ditawarkan Tuyul. Uang mengalir tanpa henti saat mereka hidup. Tuyul akan mampu mencurinya tanpa terdeteksi. Yang perlu disiapkan manusia pemelihara Tuyul adalah tempat untuk Tuyul tidur dan memberi mereka (si Tuyul) tangkai berisi gabah yang merupakan makanan alamiah Tuyul.

Demit

Demit adalah ruh penunggu suatu tempat. Kerap secara tidak konsisten ia disebut pula Danyang, Lelembut, atau Setan (??). Dalam pengertian sempit, Demit hidup di tempat suci yang disebut Punden, yang menandai reruntuhan candi Hindu berukuran kecil. Mungkin juga di patung yang rompal, pohon banyan besar, pekuburan tua, mata air tersembunyi, atau lanskap yang aneh. 

Demit ini dianggap sanggup memenuhi permintaan manusia dengan syarat. Di Mojokuti, Demit terdapat di pohon berbentuk aneh atau reruntuhan candi Hindu yang masih dipakai. Demit terkuat ada di dekat Alun-alun. Jika manusia hendak membuat Demit memenuhi permintaannya, ia harus pergi ke reruntuhan tersebut, minta maaf, dan menjanjikan gelar Slametan untuk menghormati Demit tersebut apabila permintaannya dikabulkan.

Danyang

Danyang adalah nama lain Demit. Kata 'yang' adalah kata merujuk pada ruh. Sama seperti Demit, Danyang hidup di tempat khusus yang disebut Punden. Juga sama seperti Demit, Danyang merespon permintaan manusia untuk bantuan yang mereka berikan. Sebagai imbal-baliknya, manusia mengadakan Slametan baginya. Mirip Demit, Danyang biasanya tidak berbahaya bagi manusia melainkan hanya ingin melindungi mereka. 

Tidak seperti Demit yang ruhnya semata-mata ahistoris, Danyang ada yang bersejarah. Misalnya, sejumlah Danyang dianggap pendiri suatu desa yaitu mereka yang paling awal Mbabad (membersihkan) wilayah untuk ditinggali penduduk. Setiap desa di Mojokuto punya Danyang utama. Danyang desa ini saat masih hidup, datang ke wilayah itu, membersihkan lahan lalu mewariskannya secara turun-temurun. Saat meninggal, ia dikebumikan biasanya di pusat desa dan makamnya menjadi Punden. Setelah menjadi ruh (Danyang) ia tetap menjaga desanya. 

Danyang ini menentukan secara magis siapa yang bisa menjadi kepala desa. Mereka yang ditentukan ini disebut Pulung. Pulung adalah jenis khusus dari ruh politik

yang hinggap di diri seseorang akibat pengaruh Danyang. Hanya kepala desa dan raja seluruh wilayah yang punya Pulung. Pulung seorang raja lebih besar dari seorang Lurah. Posisi seorang Lurah lebih penting ketimbang Bupati atau Wedana. Saat seorang Lurah meninggal atau berhenti, Pulungnya ikut meninggalkannya lalu mencari Lurah baru. Para calon Lurah kerap datang ke makamnya dan mengadakan Slametan agar Pulung tertarik kepadanya. Setiap desa punya satu Pulung. Pulung akan meninggalkan Lurah pula, selain akibat meninggal, juga apabila Lurah berlaku tidak baik. Saat Lurah tidak berlaku baik saat memerintah, dan Pulung meninggalkannya, desa itu akan sakit, kacau, ataupun miskin. Rakyat tidak lagi mengikuti perintahnya. Ia lalu dipaksa untuk berhenti. 

Wilayah di mana Danyang desa beroleh kekuatan disebut Kumaran. Kumara merujuk pada suara yang datang tidak dari mana-mana. Dua minggu setelah seorang Dukun terkenal meninggal dunia, terdengar suara yang tidak jelas datangnya dari mana. Itu disebut Kumaran. Wilayah Kumaran itu termasuk udara di atas sebuah desa, di mana orang-orang masih bisa mendengar suara tersebut. Di Mojokuto sendiri, di kotanya, Danyang desanya adalah seorang pencuri bernama Maling Kandari. Ia dikuburkan di pekuburan tua di sebelah timur pusat kota. 

Sumber:

Clifford Geertz, The Religion of Java (Chicago & London: The University of Chicago Press, 1976) pp. 1-29.

No comments:

Post a Comment