Latest News

Saturday, June 27, 2020

Teori Patron-Klien dalam Politik

Teori patron-klien didasarkan atas sistem patron-klien dalam kehidupan masyarakat. Teori ini sudah sangat tua sehingga selalu diulang-ulang kegunaannya untuk menjelaskan fenomena politik. Sistem patron-klien diorganisasikan oleh orang yang berkuasa, bisa lelaki atau perempuan, yang membentuk lalu memelihara loyalitas orang yang lebih rendah kedudukannya. 

Baik patron ataupun klien menganggap hubungan antara mereka sebagai personal, mirip dengan hubungan dalam keluarga. Namun, berbeda dengan keluarga yang tanpa pamrin, hubungan dalam sistem patron-klien berpamrih atau ada kepentingannya. Sebab itu hubungan dalam patron-klien tidak permanen, hanya ada selama komoditas yang dipertukarkan antar kedua pihak (patron dan klien) mengalir lancar. Juga, terjadi semacam pembaruan "kontrak" baik diajukan oleh si patron atau si klien seputar komoditas yang dipertukarkan tersebut.

Klien umumnya menyerahkan kerja, pendapatan, suara, kepatuhan politik, dan dukungan bagi patron, agar patron dapat terus memelihara jabatan dan kekuasaannya. Sebagai imbal-balik, klien memperoleh perlindungan, akses informasi maupun sumber daya, identitas kelompok, dan kesempatan meraih kemajuan pribadi. Patron-klien tentu saja tidak diakui oleh mereka yang berkuasa di negara-negara moderen saat ini. Namun, apabila ditelusuri secara teliti banyak alur kekuasaan di negara-negara tersebut (termasuk Indonesia saat ini) beroperasi lewat transaksi patron-klien. Misalnya, tim sukses seorang tokoh politik bekerja mati-matian dengan kadang dibayar kadang tidak demi patronnya hinggap di kekuasaan. Setelah si patron duduk di sebuah jabatan publik, si klien akan diberi posisi sebagai staf ahli, juru bicara, dan lainnya dengan penghasilan yang lumayan. Ini tentu saja banyak terjadi dan menjadi rahasia umum yang tidak perlu dipungkiri. 

Banyak negara di dunia kini, tidak menyelenggarakan kekuasaan lewat metode liberal ataupun otoritarian. Negara-negara ini hanya menyelenggarakan hubungan kekuasaan lewat sistem patron-klien. Sistem patron-klien ini fokus pada relasi antara patron dan kliennya. Hubungan ini terus diperbarui lewat selera personal, dukungan, dan perlindungan. Tidak seperti demokrasi, sistem patron-klien tidak mewajibkan pemilu, pembagian kekuasaan, ataupun perlindungan hukum bagi hak-hak personal maupun perusahaan. Juga, tidak seperti rezim otoritarian, mereka yang hidup dalam sistem patron-klien tidak mewajibkan kepatuhan mutlak pada negara atau pemimpin dominan. Sementara pemerintahan otoritarian maupun demokratis umumnya mengatur hubungan antar individu di dalam kerangka struktur peraturan yang terkodifikasi dan anggaran resmi, sistem patron-klien tidak memiliki batasan dalam perilakunya. Dalam sistem patron-klien hasrat utama individu adalah membangun ikatan pribadi baik atas atasan yang kuat (patron) atau atas bawahan yang selalu mendukung. Setiap kesepakatan, keuntungan, hukuman, aturan, dan pengangkatan seluruhnya bisa dinegosiasikan. Semua bisa dibeli dan semua bisa sekonyong-konyong berubah. 

Sumber:

Matthew Miskelly and Jaime Noce, eds., Political Theories for Students (Farmington Hills: The Gale Group Inc., 2002) pp. 277-89.

No comments:

Post a Comment